Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI MARTAPURA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2020/PN Mtp MUHAMMAD NAWALI alias WALI bin BUDIONO KEPALA KEPOLISIAN RESORT BANJAR, SAT RESKRIM POLRES BANJAR Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 29 Sep. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2020/PN Mtp
Tanggal Surat Selasa, 29 Sep. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1MUHAMMAD NAWALI alias WALI bin BUDIONO
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RESORT BANJAR, SAT RESKRIM POLRES BANJAR
Kuasa Hukum Termohon
NoNamaNama Pihak
1MUHAMMADKEPALA KEPOLISIAN RESORT BANJAR, SAT RESKRIM POLRES BANJAR
2DENI APRIAN, SH., MHKEPALA KEPOLISIAN RESORT BANJAR, SAT RESKRIM POLRES BANJAR
Petitum Permohonan
KANTOR HUKUM
MUHAMMAD RUSDI, SHI., MH & REKAN
Advokat & Konsultan Hukum
Alamat : Jl. Bauntung Komp. Bauntung Permai No. B 6 RT. 05 Desa Sei. Sipai Kec. Martapura Kab. Banjar  Hp. 081351423317
Maratpura, 29 September 2020
Hal    :   PERMOHONAN PRAPERADILAN
Kepada Yth :
KETUA PENGADILAN NEGERI MARTAPURA
di-
      MARTAPURA.
 
Dengan hormat,
Yang bertandatangan di bawah ini :
 
Muhammad Rusdi, SHI. MH., Darmawan Saputra, S.Ag., SH. dan Sri Herlina, SH.: Ketiganya Advokat-Konsultan Hukum dari Kantor HUKUM MUHAMMAD RUSDI, SHI., MH., dan REKAN yang beralamat di Jl. Bauntung Komp. Bauntung Permai No. B 6 RT. 05 RW. 03 Desa Sungai Sipai Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar (HP. 081351423317) yang bertindak, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama. Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 28 September 2020, selanjutnya bertindak untuk dan atas nama :
 
MUHAMMAD NAWALI Als. WALI Bin BUDIONO, Umur 25 tahun (Lahir : Martapura, 25 September 1995), Jenis Kelamin Laki-laki, Agama Islam, Pekerjaan Wiraswasta, Kewarganegaraan Indonesia, Berlamat di Jl. Pintu Air Gg. Patma Raga Kel. Tanjung Rema Darat Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON;
 
Dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :
Pemerintah Negara RI Cq. KAPOLRI, Cq. KAPOLDA KALIMANTAN SELATAN Cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT BANJAR, SAT RESKRIM POLRES BANJAR yang Berkantor di Jl. A. Yani KM. 38. 900 Martapura, untuk selanjutnya disebut sebagai TERMOHON;
 
Selanjutnya untuk dan atas nama PEMOHON, mengajukan Permohonan Praperadilan atas Penggeledahan, Penangkapan dan Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak Pidana “Melakukan Pengangkutan dan atau niaga BBM tanpa izin” sebagaimana ketentuan Pasal 53 huruf b dan atau huruf d jo Pasal 23 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi oleh Kepolisian Negara RI Daerah Kalimantan Selatan Resort Banjar, Sat Reskrim Polres Banjar.
 
Adapun yang menjadi dasar Hukum dan alasan–alasan Hukum Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut : 
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. Bahwa tindakan upaya paksa, seperti penggeledahan, penangkapan, penggeledahan, penetapan tersangka, penyitaan, penahanan, dan penututan yang melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tidakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986 :10) Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran hak asasi munusia yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi Internasional Customary Law. Oleh karena itu Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai Tersangka/Terdakwa dalam Pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide penjelasan pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
2. Bahwa sebagaimana diketahui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
 
3. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah : Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang : 
1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
 
4. Bahwa dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
 
5. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
6. Dan lain sebagainya
 
6. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian : 
o [dst]
o [dst]
o Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
o Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
7. Dengan demikian, jelas dan terang berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh Termohon berdasarkan Surat Pemberitahuan Penangkapan Tsk atas nama MUHAMMAD NAWALI Als. WALI Bin BUDIONO Nomor : B/42.a/IX/Reskrim tertanggal 26 September 2020 adalah bentuk sewenang-wenang dari penyidik yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti, Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak Pidana “Melakukan Pengangkutan dan atau niaga BBM tanpa izin” sebagaimana ketentuan Pasal 53 huruf b dan atau huruf d jo Pasal 23 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi oleh Unit TIPITER Sat Reskrim Polres Banjar tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP, Sebagaimana Penjelasan Pasal 17 KUHAP : Yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana;
 
2. Bahwa pada hari Jum’at tanggal 25 September 2020, Pemohon sekitar pukul 18.45 Wita mengantarkan permintaan BBM Jenis bensin/premium di Jalan Tanjung Rema Darat Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar dengan menggunakan Sepeda motor merk Honda Vario Warna Biru dengan Nomor Polisi DA 6338 BG, ketika Pemohon mau meninggalkan tempat yang berada di Jalan Tanjung Rema Darat Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar tersebut, tiba-tiba datang seseorang yang mengaku Anggota Polisi dari Unit TIPITER Sat Reskrim Polres Banjar tanpa ada memperlihatkan Surat Tugas lansung mencabut kunci kontak kederaan yang dipakai  oleh Pemohon serta merampas uang sebesar Rp. 1.020.000,- (satu juta dua puluh ribu rupiah) dari Pemohon, kemudian Pemohon dibawa ke Unit TIPITER Sat Reskrim Polres Banjar dan Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.Kap/42/IX/2020/Reskrim baru diberikan pada tanggal 26 September 2020;
 
3. Bahwa penangkapan, penggeledahan dan penetapan Tersangka pada diri Pemohon oleh Termohon adalah tidak sah, karena melanggar Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal 1 Angka 14, yang menentukan : “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. dan Juga melanggar Pasal 183 KUHAP, yang mensyaratkan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan tersangka;
4. Bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka Merupakan Tindakan  Kesewenang-wenangan dan bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum :
a. Bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian mengeyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;
 
a. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis, banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;
 
b. Bahwa Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’
 
c. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
 
d. Bahwa bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
- ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
- dibuat sesuai prosedur; dan
- substansi yang sesuai dengan objek Keputusan
 
e. Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
- “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
- Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
 
5. Penetapan Pemohon sebagai Tersangka Bertetangan Dengan Asas  Persamaan di Hadapan Hukum (Equality before the law principle).
- Indonesia adalah negara hukum yang artinya bahwa hukum dijunjung tinggi di Indonesia. Sebagai negara hukum, Indonesia mengakui dan melindungi hak asasi setiap individu tanpa membedakan latar belakangnya. Salah satu hak manusia yang harus diakui dan dilindungi adalah hak kesamaan kedudukan dihadapan hukum.
- Bahawa sebagaimana Pasal 7 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa "Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun." Dan sebagaimana Dalam konstitusi Indonesia dengan tegas memberikan jaminan adanya persamaan kedudukan. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD RI Tahun 1945  ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” dan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-IV : "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum". Dengan demikian, setiap orang harus diperlakukan sama di bawah hukum tanpa memandang ras, gender, kebangsaan, warna kulit, etnis, agama, difabel, atau karakteristik lain, tanpa hak istimewa, diskriminasi, atau bias.
- Bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak Pidana “Melakukan Pengangkutan dan atau niaga BBM tanpa izin” sebagaimana ketentuan Pasal 53 huruf b dan atau huruf d jo Pasal 23 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi oleh Pihak Kepolisian Unit TIPITER Sat Reskrim Polres Banjar Bertetangan Dengan Asas Persamaan di Hadapan Hukum (Equality before the law principle), karena selain Pemohon masih banyak yang Melakukan Pengangkutan dan atau niaga BBM tanpa izin, tetapi dibiarkan saja oleh Termohon, sedangkan Pemohon hanya selaku Pengantar  BBM Jenis bensin/premium dan tidak melakukan Pengankutan pakai mobil dan tidak menjual untuk industry, tetapi menjualnya hanya pada masayarakat yang memerlukan, dikarenakan  SPBU tidak melayani dalam 24 jam;
- Bahwa pengertian Pengangkutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 12 UU RI No. 22 Tahun 2001 adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi dengan menggunakan roda 4 buka roda 2 dan Pengertian Niaga, sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 14 UU RI No. 22 Tahun 2001 adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa dalam jumlah banyak, bukan cuma 4 (empat) jerigen saja;
 
6. Penetapan Pemohon Sebagai Tersangka Adalah Bentuk Kriminalisasi dari Termohon;
a. Bahwa penangkapan, penggeledahan dan penetapan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak Pidana “Melakukan Pengangkutan dan atau niaga BBM tanpa izin” sebagaimana ketentuan Pasal 53 huruf b dan atau huruf d jo Pasal 23 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah merupakan tindakan kriminalsi dari Termohon, karena penetapan Tersangka pada diri Pemohon terkait dengan laporan dari SUKISMAN Als. UNDUL Bin SUTOMO DKK ke KOMPOLNAS, karena Pemohon adalah anak buah atau suruhan dari SUKISMAN Als. UNDUL Bin SUTOMO untuk mengantarkan BBM Jenis Premiun/Bensin kepada pealanggan yang akan menjual kembali pada masyakat bukan ke industri;
 
b. Bahwa SUKISMAN Als. UNDUL Bin SUTOMO DKK telah melaporkan IPDA NUR ARIFIN, S.Tr.K., MH. NRP 93051144, BRIPKA FENY ARIANSYAH. NRP 81090605 dan BRIPKA HANIF ARDHIAN R, SH. NRP 87060273 (Kanit dan Aggota TIPITER Sat Reskrim Polres Banjar) ke KOMPOLNAS terkait permintaan setoran sitiap hari kepada SUKISMAN Als. UNDUL Bin SUTOMO DKK dengan rincian sebagai berikut :
- SUKISMAN sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) x 25 (dua puluh lima) hari = Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) perbulan yang disetorkan setiap tanggal 9 kepada BRIPKA HANIF ARDHIAN R, SH. NRP 87060273;
- SELAMET SETIAWAN sebesar Rp. 15.000,- (lima belas ribu rupiah) x 25 (dua puluh lima) hari = sebesar Rp. 375.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) perbulan yang disetorkan setiap tanggal 9 kepada BRIPKA HANIF ARDHIAN R, SH. NRP 87060273;
- M. SAKIRIN sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah x 25 (dua puluh lima) hari = Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan yang disetorkan setiap tanggal 9 kepada BRIPKA HANIF ARDHIAN R, SH. NRP 87060273;
- YUSRI sebesar sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) x 25 (dua puluh lima) hari x Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) perbulan yang disetorkan setiap tanggal 9 kepada BRIPKA HANIF ARDHIAN R, SH. NRP 87060273;
- AHMAD ZAILANI sebesar Rp. 15.000,- (lima belas ribu rupiah) x 25 (dua puluh lima) = sebesar Rp. 375.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) perbulan yang disetorkan setiap tanggal 9 kepada BRIPKA HANIF ARDHIAN R, SH. NRP 87060273;
- ANWAR FAUZI sebesar Rp. 15.000,- (lima belas ribu rupiah) x 25 (dua puluh lima) = sebesar Rp. 375.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) perbulan yang disetorkan setiap tanggal 9 kepada BRIPKA HANIF ARDHIAN R, SH. NRP 87060273;
 
c. Bahwa total setoran setiap bulannya sebesar Rp. 2.375.000.- (dua juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) yang disetorkan kepada BRIPKA HANIF ARDHIAN R, SH. NRP 87060273 pada setiap tanggal 9 dan setoran ini telah berjalan selama 4 (empat) bulan sejak bulan Maret 2020 s/d Juni 2020 dan sejak bulan Juli 2020, SUKISMAN Als. UNDUL Bin SUTOMO DKK tidak melakukan penyetoran lagi kepada BRIPKA HANIF ARDHIAN R, SH. NRP 87060273, karena pendapatan yang menurun, sehingga pihak Kepolisian dari Unit TIPITER Sat Reskrim Polres Banjar melakukan kriminalisasi pada SUKISMAN Als. UNDUL Bin SUTOMO DKK termasuk pada diri Pemohon;
7. Berdasarkan uraian tersebut diatas, mengenai sah dan tidaknya penangkapan, penggeledahan dan penetapan tersangka pada diri Pemohon oleh Termohon yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Martapura yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penangkapan, penggeledahan dan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Martapura yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan Termohon, melakukan penangkapan, penggeledahan  dan menetapkan Pemohon sebagai tersangka dalam perkara pidana “Melakukan Pengangkutan dan atau niaga BBM tanpa izin” sebagaimana ketentuan Pasal 53 huruf b dan atau huruf d jo Pasal 23 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah tidak sah;
3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penangkapan, penggeledahan  dan penetapan Tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
4. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Subsider : Mohon putusan yang se Adil- adilnya (ex aequo et bono). 
Demikian permohonan praperadilan ini diajukan,  PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Martapura yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Hormat Kuasa Pemohon,
 
 
Muhammad Rusdi, SHI. MH.
 
 
 
 
Darmawan Saputra, S.Ag., SH
 
Sri Herlina, SH.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Permohonan Praperadilan ini di Tembuskan Kpd. : 
1. Yth. Presiden Ripublik Indonesia di Jakarta;
2. Yth. Kementerian Koodinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI di Jakarta;
3. Yth. Ketua Mahkamah Agung RI di Jakarta;
4. Yth. Hakim Agung RI Bidang Pengawasan di Jakarta;
5. Yth. Ketua Komisi Yudisial Rebuplik Indonesia di Jakarta;
6. Yth. Kepala Kepolisian Republik Indonesia di Jakarta;
7. Yth. KOMISI KEPOLISIAN RI di Jakarta;
8. Yth. Ketua Komnas HAM RI di Jakarta;
9. Yth. Ketua Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta;
10. Yth. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta;
Pihak Dipublikasikan Ya